search:
|
Aktual

Walikota Pariaman Gagal Paham, Soal Hierarki & Isi SKB 3 Menteri

carrisaeltr/ Selasa, 16 Feb 2021 19:52 WIB
Walikota Pariaman Gagal Paham, Soal Hierarki & Isi SKB 3 Menteri

Walikota Pariaman masih ngotot menolak SKB 3 Menteri. DPR menyentil, Kemendagri menegur.

PINUSI.COM – Walikota Pariaman, Genius Umar merespon Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, dengan penolakan. Terkesan melawan terhadap keputusan pemerintah pusat. Hingga Selasa (16/2/2021) Genius masih enggan merubah keputusannya.

Di hadapan para pewarta, Genius malah balik mempertanyakan SKB prakarsa Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Menurut dia, penerapan SKB dengan nomor Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 itu akan sulit bagi sekolah-sekolah berbasis agama, seperti sekolah dasar Islam terpadu (SDIT).

Dia juga menolak disebut telah melakukan pemaksaan. Sebab, menurut dia, para pelajar menggunakan seragam yang identik dengan Islam karena mayoritas penduduk di Pariaman adalah pemeluk Islam. "Fakta di lapangan, semua peserta didik sudah dengan kesadaran sendiri memakai seragam yang identik dengan Islam karena memang mayoritas penduduk di Pariaman adalah pemeluk Islam," ucapnya.

Walikota Pariaman akan mengambil langkah lanjutan atas SKB yang mengatur tentang tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tersebut. Dia berencana, menyurati Nadiem untuk membicarakan persoalan ini.

Penolakan ini pun dikomentari Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Ace Hasan Syadzily. Politisi yang juga menjabat Ketua DPP Partai Golkar ini menilai Genius gagal paham dalam menerjemahkan SKB 3 Menteri. "Saya kira Wali Kota Pariaman ini belum memahami secara utuh maksud dari SKB 3 menteri ini," katanya dilansir detik, Selasa (16/2/2021).

Dia menjelaskan, SKB 3 menteri mengatur seragam siswa-siswi sekolah negeri. Sementara sekolah swasta seperti yang Genius singgung, tak perlu menerapkan aturan itu. Dia juga mengingatkan, pemerintahan daerah tidak boleh melarang penggunaan seragam sekolah khusus bagi golongan tertentu.

"Jika seluruh peserta didik di Kota Pariaman, beragama Islam dan menggunakan pakaian muslim ya itu hak peserta didik. Pemerintah daerah tidak boleh melarang kalau mau menggunakan seragam agama Islam itu," tegas dia.

SKB Setara Perundang-undangan

Nampaknya selain gagal paham dalam menerjemahkan SKB 3 Menteri, Walikota Pariaman juga gagal paham soal kedudukan SKB Menteri ini dalam kaitannya dengan hierarki peraturan perundang-undangan.

Sebelum menjelaskan soal kedudukan SKB Menteri, sebagai tambahan wawasan pinusi akan mengulas jenis dan hierarki nya terlebih dulu. Merujuk pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, (UU 12/2011) menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Kemudian dalam Pasal 7 ayat 1 UU 12/2011 mengatur jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas:

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  •  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  • PP atau Peraturan Pemerintah;
  • Peraturan Presiden;
  • Peraturan Daerah Provinsi; dan
  • Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Lalu Pasal 8 ayat 1 UU 12/2011 mengatur jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”), Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), Mahkamah Agung (“MA”), Mahkamah Konstitusi (“MK”), Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”), Komisi Yudisial (“KY”), Bank Indonesia (“BI”), Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Untuk menjawab kedudukan SKB dalam jenis dan hierarki regulasi, perlu melihat pada Pasal 8 ayat 2 UU 12/2011. Yang menyebut, Peraturan Perundang-undangan sebagaimana maksud pada ayat 1 mengakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi perintahkan atau terbentuk berdasarkan kewenangan.

Meski tak secara eksplisit, keberadaan SKB Menteri ini sejatinya sudah ada penjelaannya di Pasal 8 ayat 1 UU 12/2011. SKB dibentuk oleh dua kementerian atau lebih untuk mengatur hal yang sama namun sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing kementerian dalam menjalankan urusan dalam pemerintahan.

Mengutip hukumonline, secara teoritik SKB termasuk kategori keputusan walau muatannya lebih bersifat peraturan. Guru besar FH UI, Maria Farida Indrati berpandangan, suatu penetapan sifat normanya adalah individual, konkret dan sekali selesai.

Sedangkan norma dari suatu peraturan perundang-undangan selalu bersifat umum, abstrak dan berlaku terus-menerus. Materi yang terdapat dalam Surat Keputusan Bersama ini dapat terkategorikan sebagai suatu norma yang abstrak dan berlaku terus-menerus sehingga dapat dikatakan bahwa SKB ini adalah suatu peraturan.

Mengutip Buku Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (hal.169) karya Philipus M. Hadjon, dkk, menjelaskan bahwa berdasarkan wewenang yang diberikan kepada pemerintah untuk mengambil tindakan guna menyelesaikan suatu masalah penting yang mendesak/tiba-tiba tetapi belum ada peraturannya. Maka berwenang merumuskan aturan kebijakan sebagai suatu maklumat yang dibuat dalam rangka melaksanakan suatu kebijakan.

Menurut Bega Ragawino dalam bukunya Hukum Administrasi Negara (hal.42), hakikat dan kepastian hukum dalam menentukan adanya inisiatif suatu pemerintah adalah memastikan dalam tindakan tersebut adanya suatu prinsip legalitas hukum. Tentunya pelaksanaan tersebut terdapat suatu akibat yang secara makna mengarah pada suatu kepastian hukum. Dengan demikian, tindakan kebebasan pemerintah tersebut sangat dimungkinkan oleh hukum dan memenuhi unsur dari diskresi pemerintah atau ermessen :

  • Untuk kepentingan umum/ kesejahteraan umum.
  • Atas inisiatif administrasi Negara itu sendiri.
  • Untuk menyelesaikan masalah konkrit dengan cepat yang timbul secara tibatiba.
  • Tindakan itu dimungkinkan oleh hukum.

Kemendagri Menegur

Mengacu pada pandangan-pandangan di atas, dalam hal SKB ini, Menteri juga memiliki kewenangan untuk membuat aturan kebijakan yang tidak berdasar kepada suatu peraturan perundang-undangan tetapi berdasarkan kepada kewenangan diskresi. Asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan prinsip-prinsip umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Dengan demikian, kesimpulannya SKB Menteri mempunyai kedudukan yang sama dengan peraturan perundang-undangan yang keberadaannya terakui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat yang terbentuk berdasarkan kewenangan sesuai dengan hukum positif yang berlaku berdasarkan Pasal 8 ayat (2) UU 12/2011.

Ada pun penjelasan mengenai SKB Menteri tersebut, rupanya sejalan dengan pemahaman dan langkah yang Kementerian dalam negeri (Kemendagri) ambil. Sebab, atas penolakannya itu, pihak Kemendagrai telah memberikan teguran lisan kepada Walikota Pariaman, Genius.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik menegaskan setiap kepala daerah harus melaksanakan peraturan perundang-undangan. Seperti apa yang telah terucap dalam sumpah jabatan. Dia menambahkan, hingga saat ini belum kepastian soal ada atau tidaknya sanksi terhadap Walikota Genius.

" Jangan main sanksi! Kedepankan edukasi dan komunikasi. Secara lisan, kita sudah ingatkan. Tugas kepala daerah itu adalah melaksanakan peraturan perundang-undangan. Coba tengok kembali sumpah jabatan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Agama (Kemenag) secara resmi telah menerbitkan Keputusan Bersama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Melansir laman Setkab Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menguraikan tiga hal yang menjadi pertimbangan penerbitan SKB Tiga Menteri ini. Pertama, bahwa sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama yang peserta didik anut, pendidik, dan tenaga kependidikan.

“Yang kedua adalah sekolah dalam fungsinya untuk membangun wawasan, sikap, dan karakter para peserta didik, harus memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta membina dan memperkuat antarumat beragama,” ujarnya.

Pertimbangan selanjutnya, pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang pemerintah daerah (pemda) selenggarakan merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama.

6 Poin Penting SKB

Mengutip laman Kemendikbud, SKB 3 Menteri yang dikeluarkan dengan Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021 dan Nomor 219 Tahun 2021, memiliki enam keputusan utama. Berikut enam poin atau keputusan utama SKB 3 Menteri terkait seragam sekolah.

  1. Keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri yang Pemerintah Daerah (Pemda) selenggarakan.
  2. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara: seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
  3. Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
  4. Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama ini telah masuk tahap penetapan.
  5. Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka sanksi yang akan menyasar kepada pihak yang melanggar yaitu:
    • Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan;
    • Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/walikota;
    • Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur;
    • Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
  6. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh masuk pengecualian dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.


Penulis: carrisaeltr

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook