search:
|
PinNews

INDEF Ingatkan Prabowo-Gibran untuk Rasional Kelola Anggaran

Rabu, 05 Jun 2024 06:30 WIB
INDEF Ingatkan Prabowo-Gibran untuk Rasional Kelola Anggaran

Ekonom Senior INDEF Didin S. Damanhuri (bawah kiri) menyampaikan materinya dalam "Diskusi Publik Indef Hari Lahir Pancasila: Ekonomi Sudah Adil Untuk Semua?" diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (4/6/2024). Foto: ANTARA


PINUSI.COM - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didin S. Damanhuri meminta pemerintahan mendatang perlu bersikap rasional dalam mengelola APBN. Hal itu penting untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.

“Jadi, presiden terpilih Prabowo harus lebih rasional dalam mengelola APBN dalam rangka bagaimana tujuan nasional untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia secara sistematis arahnya benar,” ujar Didin dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (4/6).

Menurut Didin, saat ini terjadi ketidakadilan ekonomi dalam empat hal, yakni antarwilayah, antarsektor, antargenerasi, dan antargolongan.

Ketidakadilan ekonomi antarwilayah terlihat dari belum meratanya kontribusi berbagai daerah terhadap pendapatan nasional, meskipun sistem otonomi telah diimplementasikan.

“Setelah ada otonomi, kemudian tetap saja wilayah Jawa dan Sumatera yang menyumbang 70 persen PDB,” kata Didin.

Ia juga menyoroti belum membaiknya ketimpangan ekonomi antara kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia. Itu bisa dilihat walaupun pemerintah pusat telah memberikan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah tertentu.

Adapun ketidakadilan ekonomi antarsektor, misalnya antara sektor tambang dan sektor maritim yang terlihat dari pendapatan nelayan yang jauh lebih rendah daripada buruh tambang.

Di sektor tambang, ketimpangan terjadi ditunjukkan dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015 hingga 2022 yang berdasarkan hasil audit BPKP mencapai Rp300 triliun.

Sementara terkait ketidakadilan ekonomi antargenerasi, Didin merujuk data BPS. Data menunjukkan, terdapat 10 juta gen Z yang tidak sekolah dan tidak bekerja, sementara rencananya nominal uang kuliah tunggal (UKT) akan dinaikkan.

“Ini sangat menusuk rasa keadilan bagi generasi milenial dan generasi Z,” tegasnya.

Didin juga membahas mengenai ketidakadilan ekonomi antargolongan yang terlihat dari Material Power Index (MPI) yang merupakan indikator ketimpangan pendapatan di suatu negara dengan menghitung perbandingan antara pendapatan 40 orang terkaya di negara tersebut dengan pendapatan per kapita.

Didin memaparkan, MPI di Indonesia cenderung meningkat sejak 2008 hingga 2023, walaupun sempat menurun pada 2015 hingga 2017. Pada tahun lalu, ketimpangan antargolongan pendapatan tersebut mencapai 1.056.000 kali sehingga tercatat sebagai yang terburuk di ASEAN.

Salah satu penyebab terjadinya ketimpangan tersebut adalah sistem politik di era reformasi yang sangat mahal. Itu sebabnya banyak konglomerat bisnis yang terlibat politik dan menjadi oligarki bisnis.

“Ketidakadilan sosial yang sangat mencolok tersebut menjadi tanggung jawab presiden terpilih Prabowo nanti, mau seperti apakah desain pembangunan yang bisa menyelesaikan masalah ketidakadilan sosial ini,” tandasnya.



Editor: Jekson Simanjuntak

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook