search:
|
PinNews

DPR dan Pemerintah Didesak Tunda Sahkan Revisi UU ITE

Hasanah Syakim/ Kamis, 23 Nov 2023 09:30 WIB
DPR dan Pemerintah Didesak Tunda Sahkan Revisi UU ITE

Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak pengesahan revisi kedua UU ITE ditunda. Foto: LBH Pers


PINUSI.COM - Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak pengesahan revisi kedua UU 11/2008 tentang Informasi dn Transaksi Elektronik (ITE) yang telah disepakati DPR dan pemerintah untuk dibahas pada sidang paripurna, ditunda. 


Sebab, hingga kini masyarakat belum menerima salinan naskah rancangan revisi UU ITE, karena selama ini proses pembahasan dilakukan secara tertutup, dan tidak membuka ruang partisipasi publik yang bermakna. 


Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Rozy Brilian mengatakan, selama ini partisipasi dari masyarakat terhadap revisi kedua UU ITE memang ada. 


Namun, kata Rozy, tidak pernah diketahui apakah masukan yang diberikan tersebut masuk atau dipertimbangkan ke dalam muatan revisi. 


Menurut Rozy, revisi ini seharusnya menjadi momentum untuk menutup ruang kriminalisasi menggunakan perangkat hukum atau judical harrasment. 


"Pemerintah seharusnya sadar bahwa ini tidak sehat untuk demokrasi," ucap Rozy, Rabu (22/11/2023).


Terlebih, berdasarkan catatan koalisi, dari 14 kali rapat kerja yang dilakukan panitia kerja (Panja) Komisi I dan DPR, hanya beberapa kali rapat saja yang diumumkan ke publik, tanpa menyertakan isi pembahasan. 


Selain itu, draf rancangan revisi UU TE yang dibahas juga tidak pernah diumumkan, sehingga masyarakat sipil kesulitan melakukan proses pengawasan dan pemantauan terhadap pembahasan revisi UU ini. 


Rozy juga menilai, pendapat dari berbagai fraksi yang disampaikan pada rapat kerja Komisi I DPR dengan pemerintah, tidak menyoroti pasal-pasal pidana yang selama ini mengkriminalisasi masyarakat sipil, namun menunjukkan semangat melakukan pembatasan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. 


Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai, praktik seperti ini menambah nilai degradasi atau penurunan angka demokrasi di Indonesia. 


"Di mana pembahasan undang-undang yag selama ini menjadi problem bagi demokrasi, ternyata dilakukan secara tertutup, rahasia, dan diam-diam," ujar Isnur.


Menurut dia, tertutupnya pembahasan revisi kedua UU ITE menyalahi prinsip negara demokrasi, yang seharusnya membuka partisipasi bermakna bagi publik. 


"Sebuah prinsip di mana seharusnya masyarakat memiliki hak untuk didengarkan, hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk mendapatkan penjelasan, dan mengajukan komplain," imbuhnya.


Dengan demikian, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Revisi UU ITE mendesak DPR dan pemerintah.


Pertama, menunda pengesahan RUU ITE perubahan kedua, sampai seluruh pasal bermasalah dibahas secara tuntas dan tidak lagi berpotensi melanggar hak asasi manusia. 


Kedua, mendesak pemerintah dan DPR membuka dokumen revisi kedua UU ITE secara transparan, sehingga publik mengetahui seluruh isi naskah, dan dapat melakukan analisis serta memberikan masukan sebelum disahkan pada pembahasan tingkat dua.


Ketiga, menolak praktik ugal-ugalan dari pemerintah dan DPR, yang mengabaikan partisipasi publik bermakna dalam revisi UU ITE, seperti saat pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerja, UU Minerba, Revisi UU KPK, Revisi UU Mahkanah Konstitusi, Omnibus Law UU Kesehatan, dan revisi KUHP, yang akhirnya merugikan publik dan menguntungkan para elite. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: Hasanah Syakim

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook