PINUSI.COM - Sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki wewenang dalam pengawasan keterbukaan informasi untuk semua lembaga publik milik negara maka Komisi Informasi (KI) Pusat menegaskan pentingnya keterbukaan informasi dalam pengelolaan aset publik sebagai bagian dari upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
Dan KI Pusat menyoroti soal Danantara tentang praktik pengelolaan aset publik yang telah menjadi sebuah badan usaha dengan mengelola berbagai macam aset strategis milik negara.
"Danantara itu masuk kategorinya badan publik meskipun pembiayaannya tidak murni atau tidak langsung dari APBN. Sebab lembaga ini menjalankan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara karenanya wajib menetapkan dan menyampaikan informasi yang menjadi hak publik," sorot Handoko.
Baca Juga: Mudik Gratis Pemprov DKI Jakarta 2025: Syarat, Cara Daftar, dan Lokasi Verifikasi
Berdasarkan kajian KI Pusat, Danantara memenuhi kriteria sebagai badan publik karena dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 dan peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan investasi BUMN. Selain itu, Danantara mengelola aset yang berasal dari dividen BUMN, yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
"Danantara sebagai badan publik memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam UU keterbukaan informasi publik karena dibentuk melalui undang-undang dan peraturan pemerintah sehingga ia berperan dalam kebijakan investasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. Sebagai entitas pengelola aset publik, lembaga tersebut harus didorong untuk menerapkan prinsip transparansi dalam setiap kebijakan dan operasionalnya," papar Komisioner Bidang Hubungan Kelembagaan dan Tata Kelola KI Pusat, Handoko Agung Saputro dalam keterangan resminya yang diterima redaksi PINUSI.COM di jakarta, Selasa (18/3/2025).
Senada dengan apa yang dikatakan oleh Handoko, pakar keterbukaan informasi publik, Alamsyah yang pernah menjabat sebagai Ketua KI Pusat periode pertama menyampaikan beberapa risiko yang dapat terjadi jika transparansi dan akuntabilitas yang tak memadai. Risiko tersebut diantaranya intrusi politik, konflik kepentingan, disorientasi PSO vs Komersial, likuiditas mengering, serta menurunnya kualitas aset akibat penggabungan tanpa syarat.
Baca Juga: Agar Tepat Sasaran, Mensos Dan Kepala BPS Datang Menemui Menteri PKP
"Keterbukaan informasi publik pada Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund melekat pada GAPP dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Karena banyak sekali regulasi yang harus dipublish Danantara yang terkait dengan Danantara itu sendiri. Dan jauh lebih penting bagaimana dia mengelola informasi tersebut akan bisa diakses oleh publik dalam konteks Hak untuk tahu masyarakat terpenuhi dan juga pengawasan akuntabilitasnya," pungkas pakar keterbukaan informasi publik, Alamsyah Saragih.