search:
|
PinNews

Jauh Harap Hutan Adat Kalsel

Rabu, 12 Jun 2024 11:10 WIB
Jauh Harap Hutan Adat Kalsel

Potret masyarakat adat di Kalimantan Selatan. Foto: Istimewa


PINUSI.COM, JAKARTA - Lahirnya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2023 menjadi angin segar bagi masyarakat adat di Kalimantan Selatan. Sayang semua itu tak dimaksimalkan pemerintah.

Perda Nomor 2 tahun 2023 mengatur tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Detailnya, pengakuan dan perlindungan terhadap komunitas, hak hidup, hak atas lingkungan serta pengakuan terhadap hutan adat.

Namun lebih dari satu tahun pasca-ditetapkannya Perda Nomor 2/2023, nyatanya belum ada sama sekali penetapan hukum adat di Bumi Lambung Mangkurat.

"Ya sesuai data capaian penetapan hutan adat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada acara Sosialisasi Perpres Nomor 28 tahun 2023 memang belum ada," jelas Achmad Rozani dari eksekutif Walhi Nasional kepada media ini.

Di pulau Kalimantan sedianya sudah ada sejumlah penetapan hutan adat. Yaitu di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan teranyar Kalimantan Timur.

Lantas apa problem terbesar saat ini?

Jelas, kata Rozani, karena belum ada identifikasi serta pengusulan hutan adat dari pemerintah provinsi apalagi kabupaten.

“Pemerintah tak serius,” jelasnya.

Sekadar tahu, bila hutan adat berada di dua kabupaten maka pengajuannya ada di tangan gubernur. Namun jika berada di satu kabupaten saja maka cukup oleh bupati.

Tentu semua itu harus dengan beberapa kelengkapan persyaratan. Di antaranya Perda, lalu SK Bupati atau Gubernur terhadap  masyarakat adat dan wilayah adatnya.

Maka, perlu segera dilakukan identifikasi, verifikasi dan penetapan untuk diusulkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"Jangan lupa perbanyak ruang-ruang sosialisasi ke masyarakat adat. Kalsel ini sangat banyak sekali. Bahkan mereka ini lebih dulu ada sebelum republik ini ada," jelas Rozani.

Contohnya sepertinya yang dipaparkan Ketua DPC Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) Kabupaten Tanah Bumbu Mantikei.

Untuk Kabupaten Tanah Bumbu sedianya sudah ada penetapan Perda Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat pada 6 Mei 2024 yang lalu.

Bahkan juga telah dibentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat melalui SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 188.46 tahun 2022.

"Sekarang yang diperlukan adalah komitmen dari Pemkab Tanah Bumbu untuk melakukan percepatan pengakuan hutan adat," jelas Mantikei.

Ia meminta panitia masyarakat hukum adat segera mengidentifikasi dan memverifikasi masyarakat adat dan wilayah adatnya.

Kemudian segera mengeluarkan SK Bupati serta mengajukan penetapan hukum adat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Di Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah, misalnya, satu tahun pasca-perda terbit sudah ada penetapan hutan adat.

Nah ia berharap Bupati Tanah Bumbu juga punya komitmen yang sama. Karena adanya penetapan hutan adat masyarakat adat akan mendapat perlindungan hukum dengan maksimal.

Terpisah, Rubi selaku Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Selatan menyayangkan kelambanan pemerintah.

Banyak contoh kasus kriminalisasi yang terjadi terhadap masyarakat adat karena belum adanya pengakuan hutan adat oleh pemerintah.

"Di lapangan kami sering berhadapan dengan korporasi. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan karena posisi kami lemah secara hukum," jelasnya.

Seperti yang dialami Trisno Susilo aktivis AMAN Kabupaten Tanah Bumbu. Saat melakukan pendampingan ke komunitas Masyarakat Adat Tuyan dan Alut di Tanah Bumbu.

Mereka berhadapan dengan perusahaan yang memiliki konsesi perkebunan dan HPH. Di sini Trisno justru ditangkap lalu divonis 4 tahun penjara dengan dakwaan melanggar Undang-Undang Kehutanan.

“Saya berharap pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi segera mengambil langkah strategis untuk percepatan pengakuan hutan adat," jelasnya.

Potensi hutan adat di Kalsel cukup besar. Pada tahun 2022 yang lalu AMAN Kalsel telah menyerahkan peta adat seluas 263 ribu hektare kepada Dinas Lingkungan Hidup Kalsel.

Penetapan hutan adat dari pemerintah sangat penting untuk menjaga kawasan Pegunungan Meratus tetap lestari dari kerusakan lingkungan yang sangat besar.

Ancaman terbesar Pegunungan Meratus saat ini adalah dari konsesi pertambangan batubara maupun konsesi perkebunan. (Ahmad Sairani)



Editor: Fahriadi Nur

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook