search:
|
PinNews

Hong Kong Dilucuti Tiongkok, Hak-hak Warga Direnggut

carrisaeltr/ Senin, 01 Mar 2021 10:23 WIB
Hong Kong Dilucuti Tiongkok, Hak-hak Warga Direnggut

Hong Kong kembali memanas, UU Keamanan Nasional Tiongkok ancam kebebasan warga. (Foto: Hongkong Tourism Board)


PINUSI.COM – Hong Kong adalah negara yang memiliki dua sistem. Akibat dari kesepakatan tentang pengembalian bekas koloni Inggris ini ke Pemerintah Tiongkok, pada tahun 1997 silam. Belakangan UU Keamanan Nasional bikin suasana memanas.

Awal mula karena prinsip satu negara, dua sistem yang dianut Hong Kong, mulai dicoba untuk dihilangkan. Mengancam warga kehilangan kebebasannya dalam, berkumpul dan berbicara, peradilan independen serta beberapa hak demokratis yang tidak dimiliki warga Tiongkok atau  Cina daratan, lainnya.

Pemberlakuan UU Keamanan Nasional mengikis otonomi Hong Kong serta mempermudah otoritas hukum Tiongkok menjerat para pengunjuk rasa. Siapa pun dapat dinyatakan melakukan kejahatan jika berkonspirasi dengan orang asing untuk memprovokasi kebencian terhadap Tiongkok atau otoritas Hong Kong.

Di sisi lain, peradilan bagi orang yang terjerat, boleh digelar secara rahasia tanpa keterlibatan juri. Kasus-kasusnya pun dapat diambil alih oleh penegak hukum Tiongkok, aparat keamanan Cina daratan juga dapat beroperasi secara legal di Hong Kong.

Belakangan ini, Kepolisian setidaknya telah menjerat 47 aktivis pro-demokrasi dengan pasal subversi. Mereka adalah sebagian dari total 55 orang yang ditangkap aparat keamanan, Januari lalu. Ini untuk pertama kalinya Undang-Undang Keamanan Nasional digunakan secara masif di Hong Kong sejak pengesahannya Juni 2020.

Tiongkok menerbitkannya untuk menjerat orang-orang yang dipandang melakukan subversi, atau gerakan untuk menjatuhkan kekuasaan yang sah dengan cara di luar UU. Klaim Tiongkok, regulasi itu dibutuhkan untuk menjaga stabilitas negara.

Juga dikabarkan masih adanya upaya untuk melacak dan tangkap aktivis pro-demokrasi yang melarikan diri ke luar negeri. Terkait itu,  Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, mengecam keputusan kepolisian menggunakan pasal subversi terhadap para aktivis Hong Kong. Dia menilai langkah itu sangat mencemaskan. Sejumlah orang yang terjerat pasal subversi ini adalah pegiat demokrasi terkenal di Hong Kong.

"UU Keamanan Nasional melanggar Deklarasi Bersama, penggunaannya seperti ini bertentangan dengan janji yang dibuat pemerintah China, dan hanya dapat semakin merusak kepercayaan bahwa UU ini akan terus digunakan terhadap masalah sensitif seperti itu," kata Raab.

Di samping itu, total sekitar 100 orang sejauh ini telah ditangkap berdasarkan ketentuan dalam UU Keamanan Nasional, Beberapa di antara mereka adalah Benny Tai dan Leung Kwok-hung. Keduanya merupakan pegiat demokrasi senior.

Di antara mereka ada juga pengunjuk rasa berusia muda seperti Gwyneth Ho, Sam Cheung dan Lester Shum. Nama lainnya adalah Jimmy Sham (33 tahun). Dia merupakan salah satu penggerak unjuk rasa tahun 2019.

Sham tetap menyerukan protes walau menyerahkan diri ke kantor polisi. "Demokrasi bukanlah anugerah dari surga. Demokrasi harus diperoleh banyak orang dengan kemauan yang kuat.  Kami akan tetap kuat dan berjuang untuk apa yang kami inginkan,”  ujar Sham.

Sebelum menyerahkan diri ke kepolisian, Gwyneth Ho mengunggah sebuah pernyataan di media sosial. Sementara Sam Cheung berseru, semua orang untuk tidak menyerah pada situasi Hong Kong. Teruslah berjuang.



Editor: Cipto Aldi
Penulis: carrisaeltr

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook