PINUSI.COM - Asia Pacific Women's Cancer Coalition (APAC WCC) dan United Nations Population Fund (UNFPA), menyerukan pentingnya komitmen yang lebih besar, untuk mencapai target nasional dalam pencegahan dan pengendalian kanker yang paling umum menyerang wanita.
Edukasi kesehatan, skrining, diagnosis dini, peningkatan pengobatan, dan perawatan paliatif, memainkan peran penting dalam meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada kasus kanker payudara dan serviks.
Laporan The Economist Impact menunjukkan, kesadaran dan pemahaman tentang kanker wanita sudah cukup tinggi di Indonesia, namun diperlukan upaya lebih dalam hal kebijakan dan perencanaan, serta meningkatkan kapasitas sumber daya skrining, diagnosis dan pengobatan.
Dibandingkan dengan belahan dunia lainnya, wanita di Asia Pasifik menghadapi risiko lebih tinggi terdampak kanker payudara dan serviks.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk rendahnya kesadaran, stigma, dan kurangnya akses terhadap layanan skrining, diagnosis, pengobatan, dan perawatan yang berkualitas dan tepat waktu.
Inilah realitas yang terjadi pada wanita di Indonesia, sebagai negara dengan angka kematian tertinggi menurut standar usia, dibandingkan negara-negara di sekitarnya.
"Kementerian Kesehatan berfokus pada tiga jenis kanker utama di Indonesia, yakni kanker serviks dan kanker payudara pada wanita, dan kanker paru pada pria, hingga tahun mendatang."
"Skrining dan deteksi dini memainkan peran penting untuk memastikan peluang hidup yang lebih tinggi bagi pasien kanker."
"Oleh karena itu, kami terus mendorong upaya skrining, deteksi dini, pengobatan yang tepat bagi pasien kanker."
"Kami menargetkan 80 persen dari pasien kanker dapat melakukan deteksi dini, sehingga mendapatkan pengobatan lebih cepat”, papar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saat menghadiri lokakarya yang diselenggarakan oleh APAC WCC bekerja sama dengan Roche, UNFPA, dan Kementerian Kesehatan, beberapa waktu lalu.
Di Indonesia, kasus kanker payudara diperkirakan akan meningkat sebesar 25,9 persen antara tahun 2020 dan 2030, dengan angka kematian sebesar 29,4 persen.
Di sisi lain, kasus kanker serviks diperkirakan meningkat sebesar 25,8 persen, dan angka kematian sebesar 33,9 persen pada periode yang sama.
Dalam lokakarya tersebut, juga dipaparkan sebuah laporan bertajuk 'Impact and opportunity: the case for investing in women’s cancers in Asia Pacific,' yang dipublikasikan oleh Economist Impact, disusun oleh APAC WCC, dan didukung oleh Roche.
Laporan ini mengkaji beban kanker payudara dan serviks saat ini, serta kualitas kebijakan dan program untuk mengatasi kanker berdasarkan rekomendasi World Health Organisation (WHO) di enam negara Asia Pasifik, yakni India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, serta mengidentifikasi kesenjangan dan peluang perbaikan yang spesifik untuk masing-masing negara.
“Laporan ini meneliti kesenjangan pada kesiapan penanggulangan kanker yang menyerang wanita di tingkat nasional.
Indonesia memiliki skor yang berkisar dari rendah hingga sedang di lima kategori penilaian.
Sebagian besar ruang perbaikan berada pada kategori terkait kebijakan dan perencanaan, pencegahan dan skrining, serta diagnostik dan kapasitas sumber daya.
"Kita dapat mengatasi kesenjangan ini, dan melakukan perbaikan dengan mengambil pendekatan kolaboratif dari seluruh ekosistem layanan kesehatan."
"Ini akan bermanfaat bagi ratusan ribu wanita di Indonesia yang sudah terdampak oleh kanker, dan diharapkan akan membantu melindungi lebih banyak wanita dari ancaman kanker di tahun mendatang,” ujar Omair Azam, Associate Director di Crowell & Moring International (CMI), salah satu organisasi pendiri APAC WCC.
“Kanker serviks merupakan kanker yang dapat dicegah melalui vaksinasi, skrining, dan pengobatan yang tepat."
"Melalui skrining dan tindak lanjut yang sesuai, kanker serviks dan kanker payudara dapat dicegah atau dideteksi secara dini, sehingga dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien."
"Sejalan dengan upaya kami dalam mengurangi beban penyakit ini, penerapan inovasi sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas layanan."
"Mulai tahun ini, Kementerian Kesehatan mulai menggunakan tes HPV DNA sebagai alat skrining kanker serviks di Provinsi DKI Jakarta, dan akan diperkenalkan di 16 provinsi di Indonesia mulai tahun depan."
"Berdasarkan penilaian teknologi kesehatan, kita mempelajari penerapan tes HPV DNA bersama dengan IVA (co-testing) lebih hemat biaya."
"Sensitivitas tes HPV DNA yang tinggi juga lebih baik untuk skrining kanker serviks, dan selaras dengan pedoman WHO,” papar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Dr. Eva Susanti.
Sementara, tidak hanya kuratif dengan memberikan penjaminan untuk pengobatan, BPJS Kesehatan juga menyediakan layanan promotif preventif untuk mencegah dan mendeteksi dini penyakit katastropik, termasuk kanker.
Bagi wanita ada Program IVA atau papsmear untuk mendeteksi kanker serviks, yang dapat diperoleh di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) sesuai ketentuan. Ada pula skrining riwayat kesehatan pada Aplikasi Mobile JKN.
"Yang apabila hasilnya menunjukkan risiko tinggi, peserta bisa mendapatkan konsultasi di FKTP tempat peserta terdaftar,” jelas Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti.
Banyak penderita kanker memiliki peluang hidup yang lebih tinggi, berkat akses diagnosis secara dini dan pengobatan tepat waktu, sesuai standar perawatan.
"Kami percaya akan pentingnya memperkuat rencana pengendalian kanker nasional, pendanaan yang memadai, dan mendorong kemitraan pemerintah-swasta untuk meningkatkan hasil pengobatan pasien."
"Bersama, kita bisa membuka jalan menuju masa depan, di mana kanker tidak lagi menjadi ancaman bagi begitu banyak nyawa,” ucap Aryanthi Baramuli Putri, Chairperson dari Indonesian Cancer Information and Support Center Association (CISC). (*)