PINUSI.COM - Polemik hak cipta di industri musik Tanah Air kembali mencuat. Kali ini, vokalis band NOAH, Ariel, secara tegas mengkritik aturan royalti yang dinilai membingungkan dan merugikan para musisi.
Dalam unggahan video berdurasi 7 menit 4 detik di akun Instagram pribadinya, Ariel menyoroti ketidakjelasan hukum terkait pembayaran royalti dan perizinan lagu. Menurutnya, peraturan yang ada saat ini justru menciptakan kebingungan di kalangan musisi, penyanyi, dan penyelenggara konser.
Ketidakjelasan Regulasi Royalti Musik
Selama ini, pembayaran royalti kepada pencipta lagu dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Namun, muncul wacana baru yang mengharuskan penyanyi yang membawakan lagu orang lain untuk membayar royalti langsung kepada penciptanya.
“Undang-Undang Hak Cipta sebenarnya sudah mengatur ini, tapi masih banyak yang bingung siapa yang sebenarnya harus membayar,” kata Ariel dalam unggahan yang dikutip pada Senin (24/3/2025).
Ketidakpastian ini disebabkan oleh perbedaan tafsir dalam regulasi, khususnya Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (5) dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pasal pertama menyatakan bahwa penggunaan komersial tanpa izin pencipta adalah pelanggaran, sedangkan pasal kedua memperbolehkan penggunaan komersial asalkan membayar imbalan melalui LMK.
“Kedua pasal ini seperti bertentangan, dan ini justru memicu konflik antara pencipta lagu, penyanyi, serta penyelenggara konser,” lanjut Ariel.
Kontroversi Direct License: Solusi atau Masalah Baru?
Salah satu isu yang tengah ramai diperbincangkan adalah skema direct license, yang memungkinkan pencipta lagu memberikan izin penggunaan karya mereka tanpa perantara LMK. Meskipun tampak menjanjikan, Ariel menilai mekanisme ini belum memiliki regulasi yang jelas, terutama dalam hal transparansi, pembagian keuntungan, serta penerapan pajak royalti.
“Mekanisme ini masih abu-abu. Siapa yang menjamin transparansi dalam pembagian royalti?” ujarnya.
Sebagai bagian dari 29 musisi yang menggugat UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK), Ariel berharap pemerintah segera memberikan kejelasan hukum agar industri musik tidak semakin kacau.
“Kami hanya ingin berkarya tanpa harus terus-menerus dihantui aturan yang tidak jelas dan merugikan. Musik seharusnya dinikmati, bukan dijadikan alat pungutan liar,” tutupnya.
Dampak bagi Industri Musik
Ketidakjelasan aturan ini menimbulkan dampak luas bagi industri musik Indonesia. Banyak musisi yang mulai mempertanyakan sistem pembayaran royalti yang ada saat ini. Beberapa di antaranya bahkan memilih untuk tidak lagi membawakan lagu-lagu ciptaan orang lain di atas panggung demi menghindari potensi masalah hukum.
Sementara itu, pencipta lagu juga berada dalam posisi yang dilematis. Di satu sisi, mereka ingin mendapatkan hak ekonomi yang adil dari karya mereka. Namun, di sisi lain, perbedaan sistem antara LMK dan direct license justru berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan dalam industri musik.
Apakah pemerintah akan segera turun tangan untuk memberikan kejelasan hukum? Atau justru polemik ini akan terus berlarut-larut dan semakin memperburuk kondisi industri musik Indonesia? Semua mata kini tertuju pada langkah selanjutnya dari para pemangku kebijakan.