search:
|
PinNews

Komite II DPD Beri Catatan Terkait RUU KSDAHE kepada DPR dan Pemerintah

wisnuhasanuddin/ Minggu, 16 Jun 2024 17:00 WIB
Komite II DPD Beri Catatan Terkait RUU KSDAHE kepada DPR dan Pemerintah

Komite II DPD Emma Yohanna mengatakan, pihaknya setuju RUU KSDAHE ditindaklanjuti pada tingkat II. Foto: DPD


PINUSI.COMKomite II DPD Emma Yohanna mengatakan, pihaknya setuju RUU KSDAHE ditindaklanjuti pada tingkat II.

"Pada kesempatan ini kami menyatakan setuju atas RUU KSDAHE untuk ditindaklanjuti ke pembicaraan tingkat II."

"Namun ada pendapat akhir mini RUU ini, di mana ada beberapa catatan terhadap RUU tersebut,” ujar Emma Yohanna.

Pernyataan tersebut ia sampaikan saat rapat bersama para anggota DPR di Gedung DPRI, Senayan, terkait RUU tentang Perubahan Atas UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE).

“Perlu disadari sepenuhnya, dalam kurun waktu 1990 hingga saat ini, telah terjadi banyak perubahan yang menuntut agar keberadaan UU konservasi ini lebih efektif lagi dalam memagari dan memayungi hal ihwal terkait pemanfaatan sumber daya yang berisiko terhadap gangguan lingkungan maupun keberlanjutannya,” tutur Emma.

Terkait judul RUU, Emma juga menggarisbawahi, dengan memperhatikan usulan pemerintah agar RUU KSDAHE tetap menjadi RUU perubahan. DPD sependapat dengan penjelasan yang telah disampaikan oleh pemerintah.

"DPD dapat menerima keputusan rapat panja,” imbuhnya.

DPD juga mendukung dan mendorong hasil keputusan rapat panja terkait Pasal 5A, dan berharap tarik-menarik kewenangan antar-kementerian/lembaga tidak menciptakan ego sektoral.

Hal ini bertujuan untuk keberlangsungan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, agar dapat berjalan dengan baik di setiap tataran.

“DPD juga mengapresiasi mengenai batasan pengertian areal preservasi yang merupakan pengaturan baru dalam RUU ini,” terangnya.

Anggota DPD asal Sumatera Barat itu menambahkan, DPD berpendapat pengaturan mengenai masyarakat hukum adat perlu dilakukan dengan hati-hati, mengingat belum terbitnya UU mengenai masyarakat hukum adat.

“Hal yang perlu diatur justru keterlibatan masyarakat lokal dan pembinaan serta pemberdayaan masyarakat sekitar, yang dampaknya kembali ke konservasi sumber daya alam hayati."

"Bahkan masyarakat lokal atau masyarakat adat seharusnya menjadi penerima manfaat paling utama dari keberadaan dan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati,” bebernya.

Selain itu, DPD berpendapat ketentuan mengenai pendanaan yang perlu diatur adalah yang bersifat alternatif selain APBN, APBD, donor korporasi, dan donor asing.

Bahkan, kegiatan konservasi perlu juga menggali model-model pendanaan alternatif, misalnya dari sektor swasta.

“Jadi tidak sekAdar CSR perusahaan, tetapi memasukkan isu lingkungan ke dalam sistem investasi korporasi."
"Aturan di tingkat UU juga diperlukan, apabila ke depan akan menerapkan pajak atau iuran bagi kegiatan-kegiatan ekonomi yang punya dampak terhadap lingkungan,” beber Emma. (*)



Editor: Yaspen Martinus
Penulis: wisnuhasanuddin

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook