PINUSI.COM - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyerukan penegakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan tersangka penyandang disabilitas berinisial IWAS di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Komnas Perempuan memantau dan mendalami kasus ini untuk memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan transparan. Kami berharap aparat penegak hukum dapat secara konsisten menerapkan UU TPKS," ungkap Anggota Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, dalam konferensi pers daring, Rabu (11/12/2024).
Hak Korban Jadi Prioritas
Komnas Perempuan menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini tidak hanya fokus pada penanganan hukum terhadap pelaku, tetapi juga memastikan bahwa korban mendapatkan hak-haknya sesuai dengan UU TPKS. Khususnya, korban yang masih berusia anak perlu mendapatkan pemulihan psikis dan psikologis untuk mengurangi dampak traumatik.
Baca Juga: Wabah Penyakit Misterius "Disease X" Guncang Republik Demokratik Kongo, Lebih dari 30 Nyawa Melayang
Kronologi Kasus
Tersangka IWAS, seorang penyandang disabilitas tunadaksa berusia 21 tahun, ditetapkan sebagai pelaku atas dugaan pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi berinisial MA di sebuah homestay di Mataram, NTB. Penetapan status tersangka didasarkan pada dua alat bukti dan keterangan ahli.
Berkas perkara dari Polda NTB telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB untuk penelitian lebih lanjut oleh Jaksa Peneliti terkait kelengkapan formil dan material. Kasus ini melibatkan dua korban yang telah memberikan keterangan dan menjadi bagian dari kelengkapan berkas.
Modus Operandi
IWAS diduga menggunakan kemampuan komunikasi verbal untuk memengaruhi sikap dan psikologi korban, meskipun memiliki keterbatasan fisik sebagai penyandang tunadaksa. Hal ini menambah kompleksitas kasus, terutama dalam memastikan keadilan bagi semua pihak.
Baca Juga: Siap-Siap Puncak Hujan Meteor Geminid Desember 2024
Komnas Perempuan terus memantau perkembangan kasus ini, menyerukan kepada aparat penegak hukum agar memberikan perhatian khusus pada hak-hak korban. (*)