PINUSI.COM – Kelompok oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), melancarkan serangan mendadak ke wilayah administratif pemerintah di Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, pada Rabu (27/11/2024). Serangan ini menandai babak baru dalam konflik yang telah berlangsung selama 13 tahun di Suriah.
Kelompok oposisi bersenjata ini mendesak Presiden Bashar al-Assad untuk mundur dari jabatannya. Mereka menuntut pertanggungjawaban rezim al-Assad atas pecahnya perang saudara yang telah menewaskan ratusan nyawa.
Dalam waktu sepekan, HTS berhasil menyudutkan pasukan Assad dengan merebut kota-kota strategis seperti Aleppo, Hama, dan Homs. Keberhasilan ini diikuti oleh deklarasi HTS yang mengumumkan dimulainya era baru bagi Suriah, pada Minggu (8/12/2024).
"Setelah 50 tahun penindasan rezim Baathist (Partai Baath) dan 13 tahun kejahatan, tirani, dan pengusiran, dan setelah perjuangan panjang, melawan setiap pasukan penjajah, kami mendeklarasikan bahwa hari ini, 8 Desember 2024 adalah akhir masa kegelapan dan awal dari era baru untuk Suriah," demikian keterangan pemberontak dikutip Al Jazeera, Minggu (8/12/2024).
Setelah lebih dari satu dekade mengandalkan dukungan militer Iran dan Rusia, belenggu rezim al-Assad di Suriah berakhir, pada Minggu pagi (8/12/2024). Media pemerintah Rusia mengabarkan, bahwa Presiden Bashar al-Assad dan keluarganya melarikan diri dari Suriah saat pasukan pemberontak mendekati Damaskus.
Perjalanan Panjang Konflik di Suriah hingga Jatuhnya Rezim Assad
Konflik di Suriah dimulai pada 2011, ketika gelombang Arab Spring melanda sejumlah negara di Timur Tengah dan Afrika Utara yang menuntut perubahan politik, sosial, dan ekonomi. Rakyat Suriah menyerukan reformasi sebagai respons terhadap rezim Bashar al-Assad, yang telah memimpin sejak 2000 setelah menggantikan sang ayah, Hafez al-Assad. Keluarga al-Assad bersama Partai Baath telah menguasai Suriah sejak 1971.
Meskipun kelompok oposisi bersenjata terus melancarkan perlawanan, rezim Assad tetap menutup pintu untuk menyelesaikan konflik melalui jalur diplomasi maupun damai. Tekanan internasional, termasuk dari pemimpin-pemimpin regional, tidak mampu mempengaruhi keputusan rezim.
Pada 27 November 2024, bentrokan antara pasukan Assad dan kelompok oposisi mencapai puncaknya. Pasukan rezim kehilangan kendali atas sejumlah wilayah strategis seperti Aleppo, Idlib, dan Hama.
Di Damaskus, protes yang semakin meluas mendorong pasukan rezim untuk mundur dari institusi pemerintah dan jalan-jalan utama kota. Sementara itu, kelompok oposisi memperkuat penguasaan mereka atas pusat kota.
Pada Jumat (6/12), kelompok oposisi melancarkan serangan di provinsi Daraa yang berbatasan dengan Yordania usai pertempuran sengit berhasil merebut pusat kota.
Pada Sabtu (7/12), kelompok oposisi berhasil menguasai seluruh provinsi Suwayda di selatan Suriah. Selain itu, mereka juga merebut ibu kota provinsi Quneitra di wilayah selatan.
Pada hari yang sama, pasukan anti-rezim menguasai pusat Provinsi Homs, yang menjadi jalan utama menuju ibu kota, dan melanjutkan serangan ke pinggiran selatan Damaskus pada malam harinya.
Dengan berbagai desakan tersebut, pasukan rezim Assad mulai menarik diri dari beberapa lokasi penting seperti Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, dan bandara internasional Damaskus. Pengaruh kelompok oposisi di ibu kota semakin menguat membuat pasukan Assad akhirnya kehilangan kendali penuh atas Damaskus, pada Minggu (7/12).