search:
|
PinNews

Permintaan Kredit UMKM Tergerus Daya Beli dan Konsumsi

Rabu, 26 Jun 2024 12:20 WIB
Permintaan Kredit UMKM Tergerus Daya Beli dan Konsumsi

Ilustrasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Foto: Kemenkeu


PINUSI.COM, JAKARTA - Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia menerangkan tekanan daya beli dan konsumsi dapat menggerus permintaan kredit UMKM. Di sisi lain juga turut mengancam kualitas kredit.

Direktur Riset CORE Indonesia, Etika Karyani menilai tekanan konsumsi rumah tangga terjadi setelah adanya pandemi Covid-19.

"Respons penyesuaian suku bunga kredit terhadap kenaikan suku bunga acuan oleh industri perbankan juga akan memengaruhi daya beli masyarakat mendatang," katanya di Jakarta dikutip, Selasa (26/6).

Karena itu, diharapkan Bank Indonesia (BI) bisa menyesuaikan dengan penurunan inflasi dan perbankan harus merevisi panduan penyaluran kredit misalnya melakukan rekstrukturisasi dan negosiasi agar pertumbuhan kredit UMKM tetap tumbuh meski tidak agresif.

Di sisi lain, belanja kelas menengah dan bawah masih ditopang oleh tabungan. Fenomena makan tabungan sejak kuartal IV-2023 itu juga mengindikasikan adanya pelemahan pada daya beli.

"Dengan demikian maka kita bisa mengatakan bahwa cicilan utang meningkat, daya beli masyarakat menengah ke bawah ini kian tergerus karena adanya peningkatan pendapatan mereka tidak sejalan dengan naiknya harga-harga," tuturnya.

Selain kelas menengah, yang berkontribusi pada pergerakan ekonomi adalah UMKM. UMKM berperan sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian dengan jumlahnya mencapai 90 persen dari keseluruhan unit usaha.

Adapun pada tahun 2023 pelaku usaha UMKM sudah mencapai sekitar 66 juta dan memberikan kontribusi menjadi mencapai 60 persen dari pendapatan domestik bruto Indonesia.

Menurut dia, UMKM terus menghadapi hambatan dalam mengakses kredit atau kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan.

Di sisi lain, penyaluran kredit UMKM masih dalam tahap pemulihan setelah pandemi COVID-19 sehingga perlu memang adanya perbaikan dari sektor riil.

Selain itu juga, kemungkinan akses market dan suku bunga yang tinggi itu telah menyulitkan debitur melunasi pembayarannya. 

Kenaikan suku bunga bank sentral per 24 April 2024 menjadi 6,25 persen bisa menyebabkan terkereknya biaya dana (cost of fund) di perbankan.

"Mereka kemudian nanti mengantisipasinya dengan menaikkan suku bunga kredit untuk meringankan beban biaya dana," ujarnya.



Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook