search:
|
PinNews

Edukasi Stunting ke Masyarakat, BKKBN: Pendidikan Rendah jadi Tantangan

Rabu, 26 Jun 2024 08:48 WIB
Edukasi Stunting ke Masyarakat, BKKBN: Pendidikan Rendah jadi Tantangan

Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN, Sukaryo Teguh saat ditemui di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (25/6/2024). Foto: ANTARA


PINUSI.COM, JAKARTA - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menemukan bahwa faktor pendidikan rendah menjadi salah satu tantangan dalam mengedukasi masyarakat soal stunting atau tengkes. 

Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso. Menurutnya tidak mudah bagi BKKBN untuk memberikan edukasi mengenai stunting kepada masyarakat.

"Memang harus diakui tidak mudah ya mengedukasi mencerdaskan masyarakat tidak mudah ya," kata Sukaryo, Selasa (25/6).

Sejauh ini ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam memberikan edukasi tersebut. Salah satunya faktor pendidikan.

"Pertama tingkat pendidikan saat ini juga masih relatif rendah. Daya serap keluarga ini tentu tidak secepat yang pendidikan tinggi," katanya.

Menurut Sukaryo, banyak yang beranggapan jika anak yang mengalami stunting ditandai dengan tubuh yang pendek.

"Berbicara isu stunting ini harus didalami betul. Orang mengenal stunting itu pendek, padahal tidak semua pendek itu stunting. Ada yang mengatakan stunting penyakit. Itu penyakit sehingga tak perlu diobati," imbuhnya.

Sukaryo menegaskan stunting bukan berasal dari turunan melainkan faktor makanan hingga lingkungan. "Stunting itu bukan turunan stunting itu memang lebih pada tataran bagaimana pengasuhan yang baik dan faktornya tidak hanya makanan saja tapi juga lingkungan," katanya. 

Menurut Sukaryo, dengan karakter masyarakat yang demikian, masalah stunting perlu disosialisasikan secara sabar. "Jadi mesti banyak-banyak sabar dalam sosialisasinya," paparnya.

Lebih lanjut, Sukaryo menyebut program Keluarga Berencana (KB) sebagai salah satu program spesifik dari BKKBN dalam upaya penurunan angka stunting.

"Makanya perlu upaya kerja keras, misalnya lewat peningkatan kesertaan KB untuk tunda atau menjarangkan kelahiran di keluarga yang berisiko stunting dengan pelayanan KB pascapersalinan (KBPP)," terang Sukaryo.

Metode KBPP, kata dia, langsung digunakan sesaat setelah ibu bersalin, sehingga menjadi upaya untuk menyikapi kesempatan yang hilang dalam pelayanan KB.

Sementara itu, survei Sistem Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 21,5 persen. Angka itu turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen. Adapun target yang harus dicapai pada tahun 2024 sebesar 14 persen.



Editor: Jekson Simanjuntak

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook