search:
|
Aktual

Sampah, Pembunuh Berdarah Dingin Era Modern

carrisaeltr/ Minggu, 21 Feb 2021 09:28 WIB
Sampah, Pembunuh Berdarah Dingin Era Modern

Sampah bukan persoalan sepele. Bukan tidak mungkin sampah bertransformasi jadi pembunuh. (Foto: Freepik)


PINUSI.COM – Sampah menjadi persoalan yang masyarakat global hadapi. National Geographic melaporkan bahwa masing-masing kota di dunia setidaknya menghasilkan sampah hingga 1,3 miliar ton setiap tahun. Bank Dunia memperkirakan, pada tahun 2025 mendatang jumlah ini akan bertambah hingga 2,2 miliar ton.

Sebuah penelitian terbitan Sciencemag pada Februari 2015 menyatakan bahwa Indonesia masuk sebagai penyumbang terbesar. Indonesia berada di peringkat kedua di dunia penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, menyusul Filipina, Vietnam dan Sri Lanka.

Riset Greeneration, organisasi non-pemerintah, menyebutkan bahwa satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik per tahun. Laporan United Nations Environment Programme (UNEP) menyebut lebih dari produksi 400 juta ton plastik pada 2015, 36 persen di antaranya untuk kemasan plastik sekali pakai.

Sehingga pengelolaan sampah menjadi sangat krusial. Meningkatnya jumlah sampah di Indonesia, berbanding terbalik dengan jumlah TPPS (tempat pembuangan sampah sementara) yang masih sangat terbatas.

Sampah

Melansir laman siagabencana, Indonesia mengalami peningkatan 38 juta ton sampah laut per tahun yang kemudian bisa menyebabkan bencana ekologis. Sampah yang terbawa hingga ke laut menjadi sangat berbahaya, karena daya tahan setiap sampah berbeda-beda.

Misalnya saja sampah plastik yang merupakan bahan material kuat, ringan, murah dan tahan lama yang digunakan untuk berbagai kebutuhan sehari-hari manusia. Plastik dalam penguraiannya membutuhkan waktu sampai ratusan tahun. Dari 275 juta tons sampah plastik, hanya 31.9 juta yang mendapat pengelolaan dengan benar.

Tercemarnya laut karena sumber-sumber sampah tersebut dikarenakan masih banyak masyarakat sekitar atau turis yang membuangnya sembarangan, adanya aktivitas pabrik, micro plastik dari produk kecantikan, dan banyaknya aktivitas nelayan.

Hal ini berakibat pori-pori terumbu karang tertutup, adanya biota-biota laut yang tersangkut di jaring-jaring nelayan, kotornya pantai, dan lain sebagainya. Berikut paparan beberapa bahaya polusi sampah plastik yang bisa berdampak bagi kesehatan dan lingkungan, dilansir dari  laman conserve-energy-future:

Efek Negatif pada Kesehatan Manusia

Bahaya sampah plastik yang pertama adalah memberi efek negatif bagi kesehatan manusia. Para ilmuwan telah menemukan mikroplastik di 114 spesies laut, dan sekitar sepertiganya berakhir di piring kita. Kemudian BPA yang ada di banyak benda plastik yang bersentuhan langsung dengan makanan, dimetabolisme di organ hati yang akhirnya membentuk Bisphenol A.

WHO juga menerbitkan penelitian yang mengejutkan pada tahun 2018, di mana mereka mengungkap keberadaan mikroplastik dalam 90% air kemasan, yang tesnya menunjukkan hanya 17 yang bebas dari plastik dari 259 sampel.

Mengacaukan Rantai Makanan

Dampak lainnya, dapat mengacaukan rantai makanan. Karena ukurannya yang besar dan kecil, plastik yang mencemari bahkan dapat memengaruhi organisme terkecil di dunia, seperti plankton. Ketika organisme ini keracunan karena menelan plastik.

Hal ini akan menyebabkan masalah bagi hewan yang lebih besar yang mengonsumsi organisme-organisme kecil ini. Hal ini dapat menyebabkan banyak masalah, karena bisa mempengaruhi keseluruhan rantai makanan. Dan akhirnya, bisa berakhir di dalam perut manusia sebagai predator puncak.

Sampah
Polusi Air Tanah

Bahaya sampah plastik dapat menimbulkan polusi air tanah. Konservasi air sudah menjadi perhatian di berbagai tempat mulai dari California hingga beberapa bagian India, tetapi air dunia berada dalam bahaya besar karena pengaruh plastik dan limbah bocor.

Bayangkan apa yang terjadi setiap kali hujan mengguyur tempat penampungan, lalu bayangkan hal itu ada dalam air minum. Air tanah dan waduk adalah salah satu sumber air yang rentan terhadap kebocoran racun lingkungan.

Polusi Tanah

Bahaya yang keempat adalah bisa menimbulkan polusi tanah. Ketika plastik dibuang di tempat pembuangan, benda ini akan berinteraksi dengan air dan membentuk bahan kimia berbahaya. Ketika bahan kimia ini meresap ke bawah tanah, mereka dapat menurunkan kualitas air. Angin membawa dan mengendapkan plastik dari satu tempat ke tempat lain, meningkatkan sampah tanah.

Polusi Udara

Bahaya berikutnya yaitu bisa menimbulkan polusi udara. Pembakaran plastik di udara terbuka menyebabkan pencemaran lingkungan akibat pelepasan bahan kimia beracun. Udara yang tercemar, jika dihirup oleh manusia dan hewan, akan mempengaruhi kesehatan mereka dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan.

Membunuh Hewan

Bahaya selanjutnya dapat berisiko membunuh hewan. Banyaknya limbah plastik bisa meningkatkan risiko untuk melukai atau membunuh makhluk hidup. Salah satunya polusi plastik yang terjadi di dalam laut bisa membunuh ikan-ikan atau makhluk lainnya yang secara sengaja atau tidak sengaja mengonsumsinya. Sering kita saksikan bagaimana limbah plastik ini membuat beberapa hewan terjebak dan kesulitan.

Limbah Beracun

Bahaya yang terakhir adalah racun yang ada di dalamnya. Manusia membuat plastik secara artifisial dengan menggunakan sejumlah bahan kimia beracun. Oleh karena itu, penggunaan dan paparan plastik telah dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan yang mempengaruhi orang di seluruh dunia. Proses pembuatan, penyimpanan, pembuangan, dan keberadaan plastik bisa sangat berbahaya bagi makhluk hidup.

Sampah

Sebagian besar sampah dan polusi yang mempengaruhi lautan di dunia juga berasal dari plastik. Hal ini berdampak buruk pada banyak spesies laut, yang dapat menimbulkan konsekuensi bagi mereka yang memakan ikan dan kehidupan laut untuk nutrisi, termasuk manusia.

Berdasarkan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa fakta tentang sampah—khususnya bagi Indonesia sendiri—cukup meresahkan. Sampah dapat menjadi mesin pembunuh yang merenggut nyawa.

Sebuah peristiwa yang terjadi di Leuwigajah, Cimahi Jawa Barat pada 21 Februari 2005, adalah sebuah peringatan nyata bagi semua pihak tentang bahaya sampah. Peristiwa nahas tersebut akibat dari curah hujan yang tinggi dan ledakan gas metana pada tumpukan sampah. Akibat peristiwa itu 157 jiwa meninggal dan dua kampung (Cilimus dan pojok) hilang dari peta. Kedua daerah itu tergulung longsoran sampah yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah.

Tragedi ini juga yang mengilhami, Kementerian Lingkungan Hidup yang mencanangkan peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) setiap tanggal 21 Februari. Dengan adanya HPSN dijadikan momentum dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) dalam pengelolaan sampah.



Editor: Cipto Aldi
Penulis: carrisaeltr

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook